Foto: Selamatan di Musholla al-Jihad Tugu Ngemplik Wetan (Dok: Ulfah)

Pada masa pandemi ini, warga Ngemplik Wetan Kecamatan Karanganyar tetap melestarikan tradisi apitan yang telah menjadi adat budaya warga dari tahun ke tahun di setiap bulan Dzul Qo'dah dalam penanggalan Hijriyyah atau bulan Apit dalam penanggalan Jawa. Pelaksanaan Apitan atau sedekah bumi merupakan bukti kecintaan warga terhadap kearifan lokal yang menjadi warisan leluhur.

Apitan tahun ini, warga melaksanakannya dengan menggelar selamatan dengan doa bersama di masjid dan musholla masing-masing. Doa khusus dipanjatkan untuk para sesepuh desa yaitu Mbah donosari dan Mbah Glagah malang juga para waliyullah.

Kepala Desa Ngemplik Wetan H. Muntafi'in menuturkan selamatan merupakan ikhtiyar rohani warga dengan tujuan meminta pada yang Maha Kuasa agar diberikan selamat dari segala musibah.

"Tujuan semua mahluk adalah mencari keselamatan dan alhamdulillah adat Jawa yaitu "selamatan" tidak bertentangan dengan adat NU yang diterapkan di Desa Ngemplik Wetan. Selamatan atau yang kita kenal dengan bancakan bertujuan untuk memohon kepada Allah dengan tingkat kesyukuran yang tinggi serta berharap semoga Allah menambahi keberkahan, menghilangkan musibah baik di tingkat dusun maupun negara", tuturnya kepada Tim Media PAC ISNU Karanganyar, Sabtu (26/6).

Dia menambahkan, selamatan tidak hanya dilaksanakan di acara apitan saja, namun warga juga melaksanakannya pada momen-momen khusus seperti halnya selamatan atas pernikahan, mitoni, lahiran bahkan kematian.

Ketua Muslimat NU ranting Tugu Ngemplik Wetan Uswatun Hasanah menuturkan pelaksanaan apitan di masa pandemi memang membatasi tradisi yang selama ini dijalankan warga. Walaupun demikian selamatan di masjid dan musholla tetap mendapatkan perhatian serius warga masyarakat.

"Selamatan tetap berjalan di masa pandemi dan warga masyarakat sangat antusias untuk melaksanakannya. Warga berbondong-bondong ke masjid atau musholla dengan membawa berkat yang berisikan menu utama sego kuluban", tuturnya.

Foto: Kuluban yang khas dengan acara-acara selamat. (Dok: Rois)

Warga Rt. 06/Rw. 01 Muhammad Fiza Maulana berharap dengan selamatan ini semoga pandemi covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia segera berakhir.

"Dengan memohon kepada Allah Swt. melalui kegiatan selamatan ini, semoga segala cobaan dan musibah segera diangkat oleh Allah Swt.", harapnya.

Tradisi apitan identik dengan pagelaran wayang kulit. Pagelaran ini tetap dilestarikan warga karena merupakan salah satu cara untuk nguri nguri budaya peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga pencetus Jamus kalimasada.

"Bagi warga Demak mengadakan pagelaran wayang kulit pada bulan Apit merupakan suatu kewajiban, karena wayangan adalah peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga yang digunakannya sebagai media dakwah dalam mensyiarkan agama Islam", lanjut H. Muntafi'in.

Walaupun masa pandemi covid-19, Pemerintah Desa (Pemdes) Ngemplik Wetan tetap mengadakan pagelaran wayang kulit. Akan tetapi, Pemdes memiliki cara unik agar warga tetap dapat menikmati pegelaran yang telah mentradisi ini.

"Pemdes Ngemplik Wetan tetap melaksanakan wayangan di kantor Balai Desa, namun kami tidak membukanya untuk umum. Kami membuat rekaman video pagelaran wayang kulit yang selanjutnya hasil dari rekaman ini akan kami share kepada warga. Sehingga, warga tetap dapat menikmati pertunjukan wayang kulit", pungkasnya.

Penulis: Taufikul Lutfi Rois