![]() |
Foto: Gapura masuk Desa Ketanjung Kecamatan Karanganyar (Dok: Rohmad Soleh) |
Awal mula terbentuknya Desa Ketanjung yaitu ketika ada
seorang musafir yang singgah di tepi sungai perbatasan antara Kabupaten Demak
dan Kabupaten Kudus, tepatnya disebelah selatan kabupaten Kudus. Konon katanya,
sungai tersebut dibuat oleh seorang wali.
Musafir tadi singgah di sebuah alas di bawah tanggul dekat sungai. Hingga akhirnya, dia berinisiatif untuk membuat sebuah perkampungan yang padat
penduduk. Dengan tekad kuat tanpa lelah dia mulai membabat alas tersebut hingga tidak terasa hampir menyelesaikannya. Diapun menghela nafas sebentar dan mulai beristirahat sampai tertidur di
bawah pohon yang konon terkenal dengan nama pohon “Tanjung”. Setelah bangun tidur,
dia (yang sekarang di desa Ketanjung terkenal dengan nama Mbah Tawang)
terkejut dengan kehadiran dua orang yang sudah berada didekatnya dan mereka pun
akhirnya saling berkenalan.
Menurut
sumber data yang ada, kedua orang tadi bernama
Zainal Abidin dari Demak dan satunya lagi tidak diketahui namanya akan tetapi
menurut keterangan beliau adalah keturunan Sunan Kalijaga. Ketiga
orang ini akhirnya bahu membahu menyelesaikan apa yang menjadi harapan dari
Mbah Tawang. Setelah kerja keras mereka akhirnya
berhasil membabat alas tempat tersebut. Namun
setelah itu, mereka nampak kebingungan memberikan nama yang cocok untuk tanah
babatannya tadi. Selang beberapa hari kemudian, salah seorang dari ketiganya
mendapat ilham atau isyarat berupa pohon tanjung yang banyak tumbuh mengitari
tanggul dan sungai.
Diawal
terbentuknya Desa Ketanjung yang bertindak sebagai juru dakwah atau penyebar
agama Islam adalah Mbah Zainal Abidin dan dibantu oleh temannya yang merupakan keturunan
Sunan Kalijaga. Sehingga sampai sekarang yang lebih dikenal dan sering diperingati
haulnya tiap bulan Muharram adalah Mbah Zainal Abidin yang selanjutnya di Desa
terkenal dengan sebutan “Mbah Surgi Zainal Abidin Tanjung”. Letak makamnya berada
di RT 04 RW 02, sedangkan makam Mbah Tawang berada disebelah utara
desa.
![]() |
Foto: Makam Mbah Tawang (Dok: Rohmad Soleh) |
Usai
hasil isyarat ini dibicarakan bersama, mereka bertiga sepakat menamai tanah babat
alasnya dengan “Tanjung”, yang artinya tanah, ujung/pegunungan yang menganjur
ke laut, semenanjung, jazirah, pohon yang bunganya berwarna putih
kekuning-kuningan dan harum baunya biasa dipakai untuk hiasan sanggul yang
tumbuh dirawa-rawa (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Drs. Tri Rama K., Karya
Agung, Surabaya, h. 507, t.th) yang kemudian
mendapatkan awalan “Ke” sehingga menjadi “Ketanjung”. Karena adanya sungai atau
kali yang dikelilingi pohon tanjung maka beberapa orang menyebutnya dengan
“Tanjung Kali” dari kata Tanjung yang diambil dari sebuah nama pohon dan Kali
(Jawa) diambil dari sungai yang mengitari desa.
Usai
ketiga orang tersebut bersepakat memberi nama “Tanjung”, kemudian mereka
berencana dan memikirkan bagaimana caranya agar Tanjung (baca : Desa/kampung)
ini banyak didatangi orang dan benar-benar menjadi komunitas
desa atau perkampungan yang makin lama makin banyak penghuninya.
Konon
ceritanya, dari ketiga orang yang akhirnya bisa menetap hidup di Desa Ketanjung
hanya dua orang saja, yaitu mbah Tawang dan Mbah Zainal Abidin. Ini dibuktikan hanya
ada dua makam dari ketiga orang tersebut yang berada di Desa Ketanjung.
Sedangkan, satu orang lainnya yang merupakan keturunan Sunan Kalijaga tidak
diketahui eksistensinya karena tidak ditemukan makamnya.
![]() |
Foto: Makam Mbah Surgi Zainal Abidin (Dok: Rohmad Soleh) |
Berdasarkan
data-data yang ada Mbah Surgi Zainal Abidin adalah keturunan Sunan Ampel (Raden
Rahmatullah) Surabaya yang merupakan Dewan Wali Songo (Penyebar Agama Islam
Tanah Jawa). Beliau, Mbah Surgi Zainal Abidin, merupakan keturunan ke-24 dari
Rasulullah Saw. Sehingga yang lebih terkenal dengan Danyang (penunggu) desa adalah
Mbah Surgi Zaenal Abidin yang makamnya dipugar layaknya makam-makam Wali Songo dan
makamnya lebih dikenal sebagai “Punden Deso”.
Menurut perkiraan, Desa Ketanjung terbentuk sebelum penjajahan Belanda yaitu sekitar tahun 1590 M (akhir abad 16).
Jadi, menurut perkiraan usia Desa Ketanjung hingga sekarang kurang lebih 430
tahun. Wallahu A’lam bis-Showab…
Sumber: Hasil wawancara dengan sesepuh Desa
Penulis: Rohmad Soleh
Editor: Taufikul Lutfi Rois
3 Komentar
Bagus,,,
BalasHapusBoleh dong liput Desa kedungwaru lor, asal usul dan sejarahnya,,,
BalasHapusInsya Allah kami akan menulusur asal usul Desa Kedungwaru Lor
Hapus